Minggu, 18 Maret 2012

contoh proposal penelitian


SEMINAR PENYAJIAN ILMIAH
PROGRAM  STUDI  AGROEKOTEKNOLOGI
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU
Judul                           : Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis dengan Pemberian Pupuk Kotoran Sapi pada Berbagai Jenis Pengomposan
Nama                           : Nur Khusjananto
NPM                           : E1J009159
Pembimbing Utama    : Ir. Supanjani, M.Sc.,PhD

I.                  PENDAHULUAN.
            Jagung  Manis (Zea Mays L. Saccharata) merupakan jenis jagung yang belum lama dikenal            di Indonesia. Jagung manis semakin popular dan banyak dikonsumsi karena memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan jagung biasa. dan umur produksinya  lebih singkat (genjah), sehingga           sangat  baik untuk dibudidayakan (Rahmi dan Jumiati, 2007). Kebanyakan masyarakat menyukai jagung manis untuk dikonsumsi dalam bentuk direbus, dibakar, dan bahan sop (Temuwe, 2003). Menurut Iskandar (2003) Jagung manis mengandung karbohidrat, protein dan vitamin yang tinggi serta kandungan lemak yang rendah. Dibandinngkan dengan jagung biasa jagung manis lebih banyak kandungan vitaminnya. Maka dari itu perlu ditingkatkan produksi dan kualitas jagung dengan cara pemberian bahan organik, karena selain dapat memberikan hasil yang berkualitas bahan organik juga dapat memperbaiki struktur tanah, dan meningkatkan bobot pipilan kering jagung (Anonim, 2009). Oleh karena itu diperlukan penggunaan bahan organik dalam budidaya jagung manis.
            Belakangan ini  sistem pertanian berkelanjutan marak dikembangkan, Salah satu penekatan yang dilakukan yaitu dengan pemberian bahan organik untuk memperbaiki struktur tanah yang semakin lama menurun karena pemberian pupuk kimia yang berlebihan (Suliasih, et al., 2010). Bahan organik memiliki kandungan unsur hara lengkap yang dibutuhkan oleh tanaman, berdasarkan bentuknya bahan organik dikelompokkan menjadi bahan organik padat dan bahan organik cair, serta dapat memperbaiki struktur tanah (Isroi, 2008). Salah satu bentuk bahan organik yaitu pupuk kompos.
            Kompos adalah pupuk alami (organik) yang terbuat dari limbah pertanian seperti jerami padi, janjang kosong sawit (jangkos), rumput-rumputan, pelepah pisang, dedaunan, Bahan organik lain misalnya kotoran sapi yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses pembusukan bila dipandang perlu (Wied, 2004, dalam Sulistyorini, 2005). Pengomposan dilakukan untuk menurunkan rasio C : N  sehingga tidak terjadi persaingan antara tanaman dan mikroorganisme yang dapat menurunkan perumbuhan dan hasil tanaman (Supanjani, 2009). Pupuk kompos dapat memperbaiki struktur tanah, menambah cadangan unsur hara tanaman, serta menambah kandungan bahan organik tanah. Pupuk kompos juga dapat memperbaiki sifat kimia tanah seperti memperbaiki pH tanah, meningkatkan kandungan C- organik, serta meningkatkan Kapasitas Tukat Kation (KTK) tanah karena pupuk kompos dapat menjerap kation yang lebih besar dari pada yang terjerap oleh koloid tanah (Hakim,1986 dalam Sudirja et al., 2005)
            Salah satu organisme tanah yang membantu pembentukaan bahan organik adalah cacing tanah. Cacing tanah mampu merombak bahan organik seperti kotoran hewan (pupuk kandang), serta limbah pertanian seperti rumput-rumputan maupun jerami padi. Pemanfaaan cacing tanah (cacing pengompos) dan bahan organik mampu menghasilkan pupuk organik yang bermutu tinggi sekaligus dapat mengurangi pencemaran lingkungan (Parkin dan Berry, 1994 dalam Rusliani dan Hilman, 2005).
            Belakangan ini banyak peneliti yang menggunakan perlakuan bahan organik khususnya pupuk kompos dan vermikompos (pengomposan menggunakan cacing), tetapi sebagian besar peneliti menggunakan pupuk kompos yang siap dipakai serta belum diketahui dosis yang tepat dari aplikasi vermikompos (pengomposan menggunakan cacing).
            Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui  respon tanaman Jagung manis terhadap pemupukan bahan organik baik dalam bentuk segar, kompos, vermikompos maupun kompos cair.

II. METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Pelasanaan Penelitian
            Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September sampai November tahun 2012 pada lahan darat di Perumnas Medan Baru, Kelurahan Kandang Limun, Kecamatan Muara Bangkahulu, Kota Bengkulu. Penelitian disusun menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan satu faktor yang terdiri dari 7 perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali yaitu, K0 = Pemberian kotoran sapi segar (tanpa dilakukan pengomposan), K1 = Pupuk kompos sapi, K2 = Vermikompos (pengomposan menggunakan cacing), K3 = Vermikompos cair, K4 = Vermikompos ditambah kompos cair, K5 = Kontrol satu dosis penuh pupuk kimia (dosis yang  biasa digunakan oleh petani), dan K6 = Kontrol setengah dosis pupuk kimia. Dosis pupuk kimia yang sering digunakan oleh petani yaitu Nitrogen 200 kg/Ha, Kalium 150 kg/Ha, dan Fosfor 150 kg/Ha serta bahan organik 10-30 ton/Ha. Tetapi pada penelitian ini menggunakan bahan organik 10 ton/Ha  (Palungkuan, 1992 dalam Temuwu, 2003)
K0 = kotoran api segar 5 kg per petak.
K1 = 6 Kg kotoran sapi segar kemudian dikomposkan.
K2 = 6 Kg kotoran sapi segar kemudian dikomposkan menggunakan cacing.
K3 = 6 Kg vermikompos yang diencerkan dengan air.
K4 = 3 Kg kotoran sapi segar yang dikomposkan dengan cacing, 3 Kg vermikompos yang diencerkan, dan diberikan masing-masing setengah dosis.
K5 = Pupuk kimia 1 dosis penuh.
K6 = Pupuk kimia setengah dosis anjuran.

2.2 Tahapan Pelaksanaan Penelitian.
Pembuatan pupuk kompos, vermikompos, kompos cair
Bahan Segar.
            Kotoran sapi segar diambil dari kandang peternakan sapi yang berlokasi di UNIB, sebanyak 30 Kg digunakan untuk pembuatan kompos, vermikompos dan kompos cair.
Pembuatan kompos.
            Kotoran sapi segar dicacah kecil yang bertujuan untuk mempercepat proses dekomposisi (Supanjani, 2009). Kemudian cacahan tersebut dimasukan ke ember sebanyak 15 kg dan diberi agen pengompos Effective Microorganism (EM4) utuk mempercepat pengomposan.
Pengomposan dengan cacing.
            Kotoran sapi segar yang sudah dicacah dimasukkan kedalam ember, kemudian diberi cacing pengompos dan dibiarkan terbuka, setelah itu ember ditutup untuk menjaga kelembapannya. 2 minggu kemudian buka dan saring pupuk kompos tersebut (warsana, 2009)
Pembuatan kompos cair.
            Pembuatan kompos cair sederhana, Yaitu merendam kompos yang sudak jadi dalam air dengan perbandingan 1:10 diaduk, dan diberikan selang udara tujuannya agar udara dapat keluar (aerobic). Cara pengaplikasiannya cukup disiramkan ke tahan atau disemprotkan kebagian daun tanaman (Supanjani, 2009)

2.3 Teknik Budidaya.
            Lahan dibersihkan dari gulma dan vegetasi yang ada secara manual. Kemudian tanah diolah sebanyak dua kali. Pengolahan pertama dilakukan penggemburan dengan menggunakan cangkul, pengolahan kedua hanya meratakan tanah dan pembuatan blok petakan sebanyak 21 petak dengan ukuran 2 m x 3 m dengan jarak antar perlakuan 50 cm dan jarak antar ulangan 100 cm.
            Setiap petak diberi bahan organik sesuai perlakuan yaitu pemberian kotoran sapi segar (tanpa dilakukan pengomposan), pupuk kompos sapi, vermikompos (pengomposan menggunakan cacing), pupuk kompos cair, vermikompos ditambah pupuk kompos cair, kontrol setengah dosis pupuk kimia, dan kontrol satu dosis penuh pupuk kimia.
            Benih diperiksa daya kecambahnya dengan metode antar kertas, benih dengan kualitas baik daya kecambahnya ditanam.Peneneman dilakukan empat hari setelah pembuatan petakan dan pemberian perlakuan bahan organik.
            Penanaman terlebih dulu dibuat lubang tanam sedalam 3 -5 cm dengan jarak tanam 30 cm x 50 cm dan setiap lubang ditanam 2 benih disertai dengan pemberian Carbofuran (Furadan 3G)  3 – 5 butir per lubang tanam.
            Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman, penjarangan, pembumbunan, penyulaman, dan pengendalian  Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Pemupukan dilakukan sesuai dosis dan dilakukan penyiraman setiap hari pada sore hari jika tidak turun hujan. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dilakukan terhadap gulma, hama, dan penyakit yang menyerang tanaman jagung manis. Pengendalian gulma dilakukan secara mekanik dan manual dengan intensitas 2 minggu sekali dan diupayakan agar tanaman bebas gangguan gulma selama fase periode kritis.
            Panen dilakukan setelah berumur 75 hari setelah tanam, dengan cara mencabut tanaman sampai akarnya.

2.4 Variabel Pengamatan.
Adapun variabel pengamatan yang akan diamati pada 10 tanaman sampel adalah sebagai berikut:
1. Tinggi tanaman (cm).
            Tinggi tanaman diukur dari bagian pangkal tanah sampai daun tertinggi, pengukuran tinggi tanaman menggunakan penggaris. Dimulai seminggu sekali setelah penanaman.


2. Diameter batang (mm).
            Diameter batang diukur menggunakan jangka  sorong, pengukurannya 3 cm dari pangkal batang. Diamati satu minggu sekali setelah tanam.
3. Diameter tongkol dengan kelobot (mm).
            Diameter tongkol dengan kelobot diukur 3 cm dari pangkal tongkol menggunakan jangka sorong.
4. Diameter tongkol Tanpa kelobot (mm).
            Dibuang kelobot dan diameter tongkol diukur pada 3 cm dari pangkal kelobot menggunakan jangka sorong.
5. Jumlah daun.
            Jumlah daun dihitung satu minggu  sekali, pada daun yang telah membuka penuh, dan daun lembaga tidak dihitung.
6. Berat tongkol dengan kelobot (g).
            Jagung yang dipanen ditimbang menggunakan timbangan digital.
7. Berat tongkol tanpa kelobot (g).
            Buang bagian kelobot jagung lalu ditimbangan dengan timbangan digital.
8. Berat 100 biji.
            Diambil 100 biji jagung lalu ditimbang dengan timbangan digital.

2.5 Analisis Data
            Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan analisis keragaman dengan taraf 5%. Jika berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Rance Test (DMRT) untuk membedakan perlakuan.









DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Respon Tanaman Jagung Terhadap Pemberian Bahan Organik Di Lahan Sawah Tadah Hujan.

Isroi. 2008. pupuk organik, pupuk hayati, pupuk kimia. http://isroi.wordpress.com/2008/02/26/pupuk-organik-pupuk-hayati-dan-pupuk-kimia/. Diakses 2 November 2011

Rahmi, A., dan Jumiati. 2007. Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Penyemprotan Pupuk Organik Cair Super ACI terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis. Jurnal Agritrop,  26 (3). Hal : 105 - 109

Rusliani, R., dan Helman, Y.2005. Inokulasi Mikoriza Glomus sp. dan Penggunaan  Limbah Cacing Tanah untuk Meningkatkan Kesuburan Tanah, Serapan Hara, dan Hasil Tanaman Mentimun. Jurnal. J, Hort.15(1) : hal 29-36

Sudirjo, R., Solihin, M.A., dan Rosniawati, S. 2005. Pengaruh Kompos Kulit Buah Kakao dan Kascing terhadap Perbaikan Beberapa Sifat Kimia Fluventic Eutrudepts. Laporan Penelitian.Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran..hal 1-34

Suliasih., Widawati, S., dan Muharam, A. 2011. Aktivitas Pupuk Organik dan Bakteri Pelarut Fosfor untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Tomat dan Aktivitas Mikroba Tanah. Jurnal. J, hort. 20 (3). Hal : 241-246

Sulistyorini, L. 2005. Pengolahan Sampah dengan Cara Menjadikannya Kompos. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2 (1) : hal 77-84

Supanjani. 2009. Pembuatan Kompos dan Pupuk Organik cair. Teknologi Tepat Guna. Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu

Tumewu,  P.  2003. The Use of Hydrilla verticillataas Organic Fertilizer On Sweet Corn Plantation. Eugenia  9 (3). Hal :  165-168.

Warsana. 2009. Kompos Cacing Tanah (CASTING). Penyuluh Pertanian di BPTP. Tabloit sinar tani.


Sabtu, 17 Maret 2012

outbreeding


LAPORAN PRAKTIKUM
PEMULYAAN TANAMAN
OUTBREEDING
Oleh :

NUR KHUSJANANTO
E1J009159

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
       Tumbuhan bunga yang mempunyai bunga dengan pistil dan anter yang menghasilkan ovum maupun polen yang fertil dan viabel tidak selamanya dapat melakukan polinsi sendiri. Seandainya dapat melakukan polinasi tumbuhan tersebut tidak berhasil melakukan fertilisasi. Hal ini disebabkan imkompatibilitas seksual pada tanaman tersebut sehingga polennya tidak dapat membuahi ovum. Inkompatibilitas seksual dibedakan menjadi dua: 1) interspesifik, dan 2) intraspesifik. Inkompatibilitas intra spesifik disebut self-incompatibility (inkompatibilitass sendiri), secaara morfologi ada 2 tipe self-incompatibility yaitu heteromorfi dan homomorfi. Jika inkompatibilitas homorfi ini disebabkan genotip dari gametogenotip disebut gametophyctic self-incompability (GSI), jika disebabkan genotip dari sporofitnya disebut sporofit self-incompability (SSI). Kemajuan teknologi pada saat ini telah menunjukkan keberhasilan dalam usaha menanggulangi masalah inkompatibilitas seksual pada beberapa tumbuhan.


1.2  Tujuan
v  Untuk mengenali struktur bunga tanaman yang mengalami outbreeding dan penyebab outbreeding tersebut.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kompatibilitas adalah kesesuaian antara organ jantan dan betina sehingga penyerbukan yang terjadi dapat diikuti dengan proses pembuahan. Tanaman dikatakan bersifat kompatibel jika terjadi pembuahan setelah penyerbukan. Ketidaksesuaian antara organ jantan dan betina disebut inkompatibilitas. Ketidaksesuaian dikendalikan oleh faktor lingkungan, genetik dan fisiologis (Poespodarsono, 1998).
Inkompatibilitas (incompatibility) adalah bentuk ketidaksuburan yang disebabkan oleh ketidakmampuan tanaman yang memiliki pollen dan ovule normal dalam membentuk benih karena gangguan fisiologis yang menghalangi fertilisasi. Mekanisme didalam tumbuhan berbunga yang mencegah terjadinya self-fertilisasi akibat dekatnya hubungan antara organ reproduksi jantan dan betina pada bunga yang sempurna (Kao dan Huang, 1994). Inkompatibilitas dapat disebabkan oleh ketidakmampuan tabung pollen dalam (a) menembus kepala putik, atau (b) tumbuh normal sepanjang tangkai putik namun tidak mampu mencapai ovule karena pertumbuhan yang terlalu lambat. Mekanisme ini mencegah silang dalam (selfing) dan mendorong adanya penyerbukan silang (crossing) (Suwarno, 2008).
Inkompatibilitas sering juga disebut dengan inkompatibilitas sendiri karena yang terhalang adalah self-fertilisasi. terdapat dua jenis inkompatibilitas sendiri (SI) yang berbeda yaitu gametofitik inkompatibilitas sendiri (GSI) dan inkompatibilitas sendiri sporofitik (SSI) (Kao dan Huang, 1994). Pada sistem gametofitik, kecepatan tumbuh tabung pollen dikendalikan oleh rangkaian alel yang disimbolkan dengan S1, S2, S3, dan sebagainya. Inti pollen adalah haploid sehingga hanya memiliki satu alel inkompatiblitas. Jaringan tangkai putik pada tanaman betina adalah diploid sehingga memiliki dua alel inkompatibilitas. Jika alel inkompatibilitas pada inti pollen identik dengan salah satu alel pada jaringan tangkai putik, pertumbuhan tabung pollen pada tangkai putik akan lebih lambat dan pembuahan akan jarang terjadi. (Marufah .2009)
Sistem inkompatibilitas sporofitik adalah sistem satu lokus dengan jumlah alel S yang banyak. Berbeda dengan sistem gametofitik, disini alel S memperlihatkan dominansi. Dominansi ditentukan oleh tanaman yang menghasilkan pollen. Jika tanaman memiliki genotipe S1S2 dan S1 dominan terhadap S2 sehingga semua pollen dari tanaman tersebut dapat berfungsi seperti S1; dan pollen dengan alel S1 atau S2 akan inkompatibel dengan tangkai putik S1, tetapi akan kompatibel dengan tangkai putik S2. Kombinasi genetik dari sistem sprofitik banyak dan kompleks. Pada sistem ini, penghambatan perkecambahan pollen atau pertumbuhan tabung pollen terjadi pada permukaan kepala putik, berbeda dengan sistem gametofitik dimana penghambatan pertumbuhan tabung pollen terjadi pada tangkai putik (Betty Lukiati.1998)
Protandri adalah bunga yang benang sarinya lebih dahulu masak. Dengan demikian Bunga tersebut tidak akan mengalami penyerbukan sendiri. Contohnya bunga dari tanaman seledri(Apium graveolens L.), wotel (Daucus corota L), Peterseli (Petroselium crispum Nym.), dan Bawang Bombay(Allium cepa L.) hampir semua tanaman ini mengalami penyerbukan silang.
Potogoni adalah bunga yang putiknya lebih dulu masak daripada benang sari. Bilamana putiknya masak, maka benang sarinya masih sangat muda dan tidak dapat berkecambah. Dengan demikian putiknya tidak mengalami penyerbukan sendiri. Contohnya : Coklat (Theobroma cacao L.), Kubis (Brassica oleracea L. Var.capitata), Apokat ( Persea Americana miller). (Surjono H. Sutjahjo, Dkk. 2005)






BAB III
METODE PRAKTIKUM

1.1  Alat dan Bahan
Bahan :
v  Bunga sepatu
v  Bunga terong
v  Bunga asoka

Alat :
*      Pinset, kaca pembesar, dan cawan petri

1.2  Cara Kerja
v  Untuk outbreeding yang disebabkan oleh factor morfologi, panjang stamen dan stylus diukur, kemudian tentukan termasuk”pin” atau”thrum”.
v  Untuk outbreeding yang disebabkan factor fisiologis, selisih umur kematangan antara bunga jantan dan betina (pada tanaman jagung).







BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
 
    4.1   Hasil pengamatan
            Gambar bunga sepatu                                    Keterangan :
                                                                                                Termasuk bunga pin
                                                                                                Panjang pistil = 8 cm
                                                                                                Panjang stamen =1 cm
1.      Pistil
2.      Stamen
3.       Kelopak
4.      Mahkota  
5.      Tangkai putik

            Gambar bunga asoka                                     Keterangan :
                                                                                                Termasuk bunga pin
                                                                                                Panjang pistil = 4 cm
                                                                                                Panjang stamen = 0,5 cm
1.      Pistil
2.      Stamen
3.      Mahkota
4.      Tangkai

           

Gambar bunga terong                                   Keterangan :
                                                                                                Termasuk bunga pin
                                                                                                Panjang pistil = 1,5 cm
                                                                                                Panjang stamen = 1 cm
1.      Pistil
2.      Stamen
3.      Mahkota
4.      Tangki
5.      Kelopak

    4.2   Pembahasan
            Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, mengenai outbreeding yang mana ada 3 sampel untuk menentukan tanaman outbreeding tersebut, diantaranya bunga sepatu, bunga asoka, bunga terong. Yang mana diantara ketiga bunga tersebut merupakan bunga kelompok Pin, yang mana kepala putik atau stillus lebih panjang dibandingkan dengan stamennya. Pada bunga seapatu memilki beberapa struktur bunga diantaranya adalah kepala putik, tangkai putik, stamen atau serbuk sari, tangkai sari, kelopak, tangkai, dan mahkota bunga. Yang mana letak kepala putik itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan serbuk sarinya. Panjang putik yaitu 8cm dan stamennya 1cm. stamen pada bunga sepatu berwarna kuning yang mana stamen itu tertata dengan rapi dibawah kepala putiknya. Sehingga pada hakekatnya tidak terjadi pembuahan dan tidak bisa menghasilkan biji. Sedangkan untuk bunga asoka memilki panjang stamen yaitu 0,5cm dan panjang pistil 4cm. untuk bunga terong panjang pistilnya yaitu 1,5cm, dan panjang pistilnya 1cm. dari ketiga contoh bunga tersebut diatas hanya bunga terong yang memilki bakal biji, yang mana untuk mendapatkan biji tersebut dilakukan penyerbukan antara jatuhnya serbuk sari kekepala putik, selain itu bisa diserbuki oleh serangga(kumbang).


KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
5.1 kesimpulan
Ø  Inkompatibilitas (incompatibility) adalah bentuk ketidaksuburan yang disebabkan oleh ketidakmampuan tanaman yang memiliki pollen dan ovule normal dalam membentuk benih karena gangguan fisiologis yang menghalangi fertilisasi
Ø  Protandri adalah bunga yang benang sarinya lebih dahulu masak. Dengan demikian Bunga tersebut tidak akan mengalami penyerbukan sendiri.
Ø  Potogoni adalah bunga yang putiknya lebih dulu masak daripada benang sari. Bilamana putiknya masak, maka benang sarinya masih sangat muda dan tidak dapat berkecambah. Dengan demikian putiknya tidak mengalami penyerbukan sendiri.
5.2 Saran
Sebaiknya di dalam pelaksanaan praktikum kali ini waktu yang telah ditetapkan digunakan sebaik-baiknya sehingga praktikum dapat berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. Selain itu kerja sama antara asisten dengan praktikan harus ditingkatkan, terutama dalam membimbing praktikan agar praktikan dapat dengan benar dan sungguh-sungguh dalam melaksanakan praktikum.





DAFTAR PUSTAKA

Betty Lukiati. 1998. Inkompatibilitas Seksual. Institut  Pertanian Bogor

Marufah . 2009. Compatibilitas. blog.uns.ac.id. 1 april 20011

Sutjahjo H. Surjon, Sujiprihati Sriyani, Syukur Muhammad. 2005. Pengantar Pemulyaan Tanaman. Departemen Agronomi Dan Hortikultura. Fakultas Pertanian.